Sebuah Catatan Menjelang Pemilu

Oleh: Muslim Nurdin
Pemilu 2009 sudah di ambang pintu. Umat pun saat ini tengah bersiap-siap untuk menentukan pilihannya. Partisipasi dari umat, dengan cara aktif tentunya, memang sangat diharapkan dapat membantu perjuangan Islam dan umat Islam di parlemen. Sungguh sangat disayangkan, jika apresiasi umat yang sudah cukup besar seperti itu, kemudian diabaikan dengan berbagai

alasan oleh para caleg yang kelak terpilih.

Dalam hiruk pikuk persiapan Pemilu tersebut ada sedikit konflik wacana yang jika tidak dijernihkan akan menjadi kerikil-kerikil tajam di kemudian hari. Wacana yang dimaksud dihembuskan oleh sebagian pihak yang menyatakan bahwa para da’i sudah tidak semestinya lagi berdakwah hanya di mimbar masyarakat, tapi juga harus di mimbar parlemen. Di lain pihak, ada juga yang menolaknya sama sekali, dengan menyatakan bahwa dakwah via parlemen hanya buang-buang energi belaka.

Kedua pendapat ekstrem tersebut tentu salah kedua-duanya. Karena kedua lahan garapan dakwah di atas haruslah digarap bersama-sama. Dakwah di tengah masyarakat harus digalakkan dengan tanpa menafikan dakwah di parlemen, demikian juga sebaliknya. Keduanya harus saling menunjang dan mendukung. Maka dari itu konflik wacana yang tidak efektif seperti itu sudah semestinya diakhiri secepat mungkin. Bagi yang berdakwah di parlemen jangan pernah menegasikan dakwah di masyarakat, demikian juga sebaliknya

Berkaitan dengan itu, ada sedikit catatan yang layak diperhatikan oleh kedua pihak yang sama-sama terlibat dalam dunia dakwah tersebut.

Pertama, politik adalah kekuasaan. Menurut seorang doktor politik, Miriam Budiardjo, kekuasaan adalah upaya memengaruhi orang atau pihak lain agar mengikuti atau menyetujui hal yang disampaikan, bahkan sampai mengerjakan apa yang tidak dikehendakinya.

Selama ini, para da’i telah melakukan peran tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Penghormatan umat kepada seorang da’i merupakan isyarat minimal bahwa peran politisnya telah berhasil dilakukan. Dengan demikian, anggapan-anggapan kurang bijak yang menyebutkan bahwa para ustadz dan atau kyai tidak mampu berpolitik merupakan kejahilan terhadap makna politik atau terjebak pada dikotomi antara makna politik an sich dan makna politik praktis.

Kedua, sejarawan Inggris bernama Lord Acton pernah menyebutkan bahwa kekuasaan itu cenderung korupsi: all power tend to corrupt and absolute power corrupt absolutely. Hal tersebut mengisyaratkan sangat kuatnya godaan kekuasaan ketika menumpu pada seseorang atau sekelompok orang. Akhir-akhir ini (baca: sejak diakuinya eksistensi KPK), semua orang telah diberi hal ironi seiring dengan terungkapnya sejumlah kasus korupsi oleh para pejabat publik yang notabene mereka berada atau memiliki kekuasaan. Dari sekian kasus yang terungkap tersebut adalah korupsi yang dilakukan oleh oknum anggota legislatif yang sebelum menjadi anggota dewan berjanji di hadapan konstituennya untuk mengedepankan kepentingan rakyat.

Norman Basley menyebutkan bahwa Politics has no moral; politik Itu tidak bermoral. Ungkapan tersebut merupakan simpulan dari konsep Machiavelis yang disinyalir melekat dalam kehidupan politik berdasar atas realitas yang ada. Dengan demikian, pengabaian terhadap prinsip-prinsip moral dan etika merupakan suatu hal yang lumrah dan wajar dalam kehidupan politik. Dalam hal inilah masyarakat kemudian sering menilai bahwa dakwah lewat parlemen adalah sia-sia. Penilaian seperti itu tentu bukan untuk ditolak, melainkan untuk dijawab dengan pembuktian terbalik.

Ketiga, tingkat intrik dan konflik dalam politik sangat tinggi. Konsep Machiavelis yang menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaan erat dalam ruang politik. Dengan demikian, muncullah beragam ungkapan lain terhadap politik, seperti homo homini lupus (serigala bagi manusia lainnya) dan bellum omninum contra omnes (semua manusia akan berperang melawan manusia). Dengan demikian dapat digeneralisasikan bahwa dalam kehidupan politik senantiasa terjadi intrik dan konflik.

Pada masa khulafaur-rasyidun, intrik dan konflik pernah terjadi. Sepeninggal Rasulullah saw, perselisihan terjadi di antara kaum Muhajirin dan Anshar untuk menetapkan pemimpin baru bagi kaum muslimin. Saat itu, kibarus-shahabah (shahabat senior) masih ada dan lengkap. Tidak ada satu pun di antara mereka yang berkeinginan menjadi pemimpin kaum muslimin. Akan tetapi, atas desakan dari bawah (baca: kibarus-shahabah lainnya) Abu Bakarlah yang menjadi khalifah. Demikian pula dengan yang dialami khalifah-khalifah berikutnya di masa khulafaur rasyidun. Mereka dapat melalui kepemimpinannya dengan baik karena modal mental dan spiritual hasil binaan Rasulullah saw. yang mantap.

Selama kepemimpinan khulafaur-rasyidun, idealisme benar-benar dijaga dengan konsisten sekalipun di antara mereka ada yang harus mengalami nasib tragis. Pragmatisme terpinggirkan dengan ketawaduan, keqana’ahan, dan kewara’an yang menjelma dalam kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut tidak terjadi tanpa sebab, tetapi gambaran dari kekuatan ilmu yang diterima dari Nabi saw.

Mengakhiri catatan sederhana ini, perlu kembali diulang bahwa para da’i telah berpolitik dengan aktivitas dakwahnya setiap waktu. Konsisten dan optimalkan peran politis tersebut agar dapat memberi shibghah hasanah kepada umat, terutama terhadap para pemangku kekuasaan. Adapun bagi yang telah masuk dalam ranah kekuasaan agar meluruskan niat dari awal dan mudah-mudahan Allah swt memberikan kekuatan untuk konsisten menjaga idealisme dan menjauhi pragmatisme. Wal-’Llahu a’lam bis-shawab.

sumber: Persatuan Islam Online

3 comments:

  1. "Ikhwan Sholih" says

    ane setuju mif, islam itu tidak parsial, justru eksistensinya harus bersifat global, n kalo kita masih berkutat dalam hal siapa yang salah, justru itu hanya akan membuat gerak dakwah kita terhambat hanya dalam satu bidang aja...
    gmn sob....


    Andi says

    iya ... memang , sebenarnya kita gak boleh ningalin politik, ya janganlah kita menafikan politik, karena bagaimanapun juga politik juga penting, hanya saja yang jadi catatan, politik tidak boleh dikadikan tujuan, tapi dijadikan alat!


    Dani Hidayat says

    Assalamu'alaikum, ana mah moal komentar ah...bade ngenalkeun wungkul blog enggal sim kuring ahwazsoft.blogspot.com Insya allah manfaat & maslahat kanggo ummat (afwan sanes kampanye partai da atosan) salam


Post a Comment