.DAN PARTAI (berbasis massa) ISLAM PUN MEMBLE

Oleh : Abdul Aziz Al Fadhol
Akhirnya terbukti,bahwa tidak ada partai Islam.Yang ada adalah partai yang berbasis massa Islam.Partai Islam adalah partai yang bersungguh-sungguh memperjuangkan Islam dan kepentingan akidah umat Islam.Indikatornya cukup mudah,partai itu hanya akan memilih pemimpin atau kawan perjuangan yang pro terhadap syari’at Islam.Dan ini tidak pernah ada semenjak reformasi digulirkan.

Adapun partai yang berbasis Islam adalah partai yang mayoritas pengurusnya adalah umat Islam atau yang dideklarasikan oleh ormas Islam.
Secara substansi partai ini sama dengan partai lainnya,prinsipnya hanya memperjuangkan kepentingan elite politisi masing-masing.Adapun agama,bangsa dan negara hanya dijadikan atas nama.

Sebenarnya tidak mengejutkan apabila partai berbasis massa Islam terpuruk dalam pemilu legeslatif yang lalu,sebab selama reformasi partai-partai itu tidak sungguh-sungguh mendidik umat dengan akidah dan syari’ah Islam.Para petinggi partai lebih sibuk bernegosiasi politik untuk menyelamatkan kedudukan petinggi partai dibandingkan dengan memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam parlemen.Para aktifis pergerakan Islam yang dimasa orde baru begitu gigih dan lantang mengutuk system orde baru,bahkan sebagiannya menganggap para pejabat pemerintahan orde baru sebagai thagut, ketika mereka menduduki posisi yang sama di masa reformasi semangat perjuangannya perlahan padam .Hanya sebagian kecil yang benar-benar tahan uji.
Masih teringat dalam ingatan,pada awal-awal reformasi sebuah partai yang berbasis massa Islam di Jawa Barat menganggap ada alokasi dana yang tidak jelas sumbernya dan menganggap dana itu sebagai dana syubhat,bahkan ada yang menganggapnya dana haram apabila diterima oleh partai.Tetapi setelah menuai simpati umat karena “ketegaran prinsipnya”,maka secara diam-diam partai itu membagikan dana tersebut kepada konstituennya dengan menggunakan kemasan partai sehingga masyarakat menganggapnya sebagai pemberian dan perhatian partai terhadap mereka.Jurus “tebar rahmah” ini akhirnya menjadi jurus ampuh partai tersebut dalam meraih simpati umat.Tetapi sayang mereka lupa,bahwa kepura-puraan itu tidak akan bisa bertahan lama.

Dalam beberapa pilkada pun partai-partai yang berbasis umat Islam itu hampir tidak sungguh-sungguh memperjuangkan Islam dan umatnya.Hanya untuk memenangkan kursi mereka melakukan koalisi dengan partai yang dalam kondisi “normal” dianggap sebagai partai thogut.Bahkan cara primitive pun dilakukan untuk sekedar meraih kursi.Pada pileg yang lalu misalnya kita menemukan selebaran dari salah satu partai berbasis umat Islam yang berisi ajakan agar public menerima uang “serangan fajar” tetapi tidak usah memilih partai dari si pemberi uang,tetapi pilih saja partai yang terbukti tahan korupsi.Yang dimaksud dengan partai terakhir itu adalah partai berbasis umat Islam tersebut.Dan selebaran itu ironisnya disebar beberapa jam sebelum hari pencontrengan.Hal itu menggambarkan bagaimana para politisi muslim tidak jauh lebih baik dibandingkan dengan para politisi orde baru yang sering mereka hujat.Budaya licik dan mentalitet kerdil telah membuat para politisi muslim menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila kita melihat betapa manjanya para politisi partai berbasis umat Islam ketika sang incumbent memilih pendampingnya seseorang yang tidak berkenan di hati mereka.Dengan bersandar kepada Islam dan umatnya politisi partai itu ngadat dan mengancam-ngancam.Tetapi ketika melihat sang incumbent tidak bergeming,maka sang pemimpin partai umat pun “balaham belehem” minta kue kekuasaan.Maka pantaslah bila akidah umat goyah dan syariah umat lemah,karena akidah dan syariah para pemimpinnya pun payah.

Prilaku politik kerdil dan licik seperti itu mungkin tidak akan berdampak besar bila dilakukan oleh partai yang tidak membawa-bawa symbol agama.Publik akan menganggap wajar bila dalam politik ada sedikit kelicikan,sebab public pun akan memaklumi kesekuleran partai itu.Tetapi karena yang melakukan itu adalah partai-partai yang berbasis umat Islam dan mengklaim diri sebagai partai Islam,maka masyarakat pun jengah,enek dan ingin muntah karena nuraninya tidak rela kehormatan dan kesucian agamanya dijadikan alat permainan politik.Kejengahan dan keenekan ini lama-lama mengendap dalam memori dan kemudian diaktualisasikan dalam bentuk tidak memilih partai yang dinakhodai para makelar agama.Akibatnya kita melihat bersama,hamper semua partai berbasis umat Islam memble.

Jadi kita tinggal milih,mau partai yang menjual agama atau partai nasionalis yang memperjuangkan agama? Tentu saja kalau bisa,kita bentuk partai agama yang benar-benar memperjuangkan agama!

2 comments:

  1. Anonymous says

    Pemaparan yang cukup menarik dari Aa Adong, Eh terus kalau situasinya seperti ini apa yang harus umat lakukan dalam pemilihan presiden besok ? memilih atau tidak memilih ? partisipasi atau tidak partisipasi ? berusaha menetukan pilihan dengan bertawakkal atau apatis biarkan saja tak usah dihiraukan seolah kita tidak hidup di negara ini ?
    Maaf banyak pertanyaanya karena umat juga lagi bingung perlu pencerahan yang memang jernih tanpa ada rasa menjelekan atau dasar kepentingan.

    Jazakallah atas penjelasannya
    Adinda Saam, Batam


    Arena Sahabat Persis says

    Buah pena yang sangat menarik dari Ustadz Adong Allohu Yarham. Semoga makin banyak penerus nya
    Hatur nuhun
    Aswan, Tasik


Post a Comment